Begini karya desainer kebaya sambut Kemerdekaan RI ke-73, sarat budaya

16 Agustus 2018 19:32 WIB

Brilio.net - Kebaya sejatinya bukan sekadar busana. Tapi juga menjadi sebuah produk budaya dan simbol identitas bangsa Indonesia. Hampir di setiap daerah di Indonesia kebaya memiliki ciri khas tersendiri. Hal inilah yang membuat desainer kebaya pengantin Vera Anggraini mampu bertahan hingga 15 tahun berkiprah di dunia desain feysen.

Kecintaan akan tradisi pernikahan Tanah Air dengan ragam budaya yang agung dan sakral, membuat perempuan kelahiran Medan, 25 Oktober 1974 ini menggelar show tunggal “Merajut Nusantara” di Hotel Raffles, Jakarta, Rabu (15/8).

Dalam pagelaran busana itu Vera menampilkan 40 rancangan kebaya dari berbagai daerah di Indonesia. Ia menawarkan ragam yang kaya mulai dari pemilihan bahan maupun warna. Nggak heran rancangannya begitu anggun tanpa kehilangan identitas etnik Nusantara lewat kebaya berbahan brokat, belundru, tenun, organdi tile.

Sudah begitu, permainan warna yang ditampilkan juga sangat apik. Baluran warna emas, silver, merah, marun, dan biru makin menambah glamor kebaya rancangan Vera. Begitu juga dengan bentuk dan pola yang diramu apik di atas keindahan kain tradisional yang kaya seni budaya Nusantara, membuat karya Vera benar-benar memanjakan mata.

Selain itu, Vera juga mampu menyajikan bentuk kebaya bernuansa siluet modern yang dipadupadankan dengan tetap menjaga sentuhan tradisional. Nggak heran jika kebaya rancangan Vera bisa diterima generasi muda.

“Kebaya akan terlihat auranya ketika tetap mempertahankan unsur tradisionalnya meski dibuat kekinian,” ujar Vera.

Serunya lagi, pagelaran busana Merajut Nusantara yang digelar untuk menyambut ulang tahun Republik Indonesia ke-73 ini dirajut dengan alunan nada etnik pentatonik KuaEtnika garapan Djaduk Ferianto.

Dalam pagelaran ini Djaduk menampilkan alunan musik dalam tiga segmen yakni Khatulistiwa, Jawa Dwipa, dan Swarna Dwipa sesuai dengan sekuen peragaan busana yang ditampilkan.

Musik-musik yang digunakan bersumber dari tradisi yang ada di Indonesia dan ditafsir ulang oleh Djaduk dengan bahasa yang lebih baru. Malah Djaduk juga meramu beat musiknya dengan berbagai genre seperti fusion jazz, etnik, tradisional.

“Ini pengalaman pertama saya mengiringi musik dalam acara fashion. Musiknya tidak melulu tradisional tapi juga ada interpretasi baru dari setiap segmen itu,” kata Djaduk.

Tak pelak acara ini menjadi satu komposisi lengkap sebagai sebuah gelaran budaya, bukan sekadar peragaan busana. Keren dan bikin bangga.

(brl/red)