4 Alasan produk fesyen ramah lingkungan sangat diminati selama pandemi

26 September 2020 14:30 WIB

Brilio.net - Pandemi Covid-19 telah mengubah perilaku konsumen dalam berbelanja, terutama pada kategori item fesyen. Dari yang tadinya langsung menyambangi pusat-pusat perbelanjaan, kini konsumen lebih banyak memanfaatkan e-commerce untuk mencari busana idaman.

Tapi ada hal menarik mengenai perilaku belanja konsumen selama pandemi. Berdasarkan survei global yang dilakukan Cotton Council International (CCI) belum lama ini, ternyata permintaan terhadap produk fesyen (garmen) yang ramah lingkungan meningkat tajam.

Menurut Chairman CCI Hank Reichle, sejak awal pandemi Covid-19, sekitar 54% pemimpin perusahaan brand garmen dan tekstil melihat tuntutan konsumen terhadap praktik dan produk yang ramah lingkungan cukup tinggi. Tapi tentu saja, konsumen juga tetap memprioritaskan soal harga loh saat berbelanja.

@yans_brilio

“Data tersebut memperkuat optimisme industri tekstil paska pandemi. Para pelaku industri di sektor ini perlu bertransformasi mengadaptasi tuntutan konsumen. Tujuannya agar mereka bisa terus tumbuh, bahkan dapat meningkatkan ekspansi bisnis di level yang lebih luas,” terang Reichle dalam keterangan resmi yang disampaikan kepada Brilio.net.

Saat ini CCI fokus pada pendampingan pelaku industri global, termasuk Indonesia, agar mereka dapat bertransformasi dalam memenuhi perubahan perilaku konsumen setelah pandemi.

“Kami saat ini fokus memberikan pendampingan kepada pelaku industri garmen global, termasuk di Indonesia untuk dapat bertransformasi dalam memenuhi perubahan perilaku konsumen di masa pandemi ini,” tambahnya.

Tapi, kenapa ya konsumen lebih memilih produk fesyen ramah lingkungan selama pandemi? Berikut empat alasannya.

1. Kesadaran hidup sehat

(comunicaffe.com)

Selama pandemi, imbauan untuk menerapkan gaya hidup sehat gencar dilakukan. Hal ini sedikit banyak berdampak pada perilaku keseharian masyarakat dan meningkatkan penjualan produk kesehatan, termasuk fesyen. Banyak orang menginginkan produk fesyen yang dibuat dari bahan dan serat alami dan tidak beracun. Faktor gaya hidup sehat juga mendorong orang untuk menggunakan busana dengan bahan yang ramah lingkungan.

2. Dampak positif isolasi (karantina)

(UNEP.org)

Selam masa pandemi, masyarakat disarankan untuk melakukan aktivitas dari rumah. Kondisi ini membuat mereka punya banyak waktu berselancar di dunia maya untuk mencari informasi seputar kesehatan, termasuk aktivitas olahraga yang bisa dilakukan selama pandemi.

Nah saat orang-orang menyesuaikan diri selama isolasi, mereka memiliki apresiasi baru terhadap alam, dengan menyoroti pentingnya pakaian luar ruangan. Tak pelak masalah seputar ramah lingkungan menjadi sebagai prioritas utama yang  mendorong upaya keberlanjutan.

3. Kesadaran pentingnya lingkungan hidup

(dontpassgas.org)

Selama masa isolasi, banyak orang melihat perubahan drastis terhadap lingkungan seperti angka polusi yang menurun. Banyak orang akhirnya sadar tentang pentingnya menjaga keberlanjutan dalam kehidupan sehari-hari, termasuk cara berpakaian.

Kondisi ini pun berdampak pada meningkatnya permintaan produk fesyen yang ramah lingkungan. Alhasil, pola bisnis industri ini pun berubah, lebih ke masa depan yang lebih berkelanjutan dan inovatif secara teknologi.

Nah saat ini perusahaan di seluruh dunia mencari cara meneruskan program keberlanjutan mereka selama pandemi. Data survei CCi menyebutkan, lebih dari 62% responden menyampaikan bahwa program keberlanjutan produk menjadi fokus utama saat ini. Selain itu, 59% responden juga menyampaikan bahwa mereka melakukan transparansi dalam produksi produk yang ramah lingkungan.

4. Tren feysen ramah lingkungan (eco-friendly)

(ecotextile.com)

Pandemi Covid-19 menciptakan tren fesyen yang bergerak menuju masa depan yang lebih hijau. Banyak konsumen yang lebih sadar mendorong perubahan ini. Setidaknya, tiga dari lima konsumen secara umum akan beralih ke cara hidup yang lebih fokus pada lingkungan hidup. Dua dari lima konsumen akan memilih merek yang mendukung praktik berkelanjutan.

Artinya, masa depan mode akan berkutat pada seputar alam, tahan lama, dan dapat terdegradasi secara biologis (alami). Lagi-lagi, tren ini muncul dari pengalaman konsumen yang selama masa isolasi punya cukup waktu untuk merenung dan akhirnya berpikir lebih condong ke arah mode yang ramah lingkungan.

(brl/red)