Taru Martani pabrik cerutu tertua di Indonesia tembus pasar dunia
Taru Martani merupakan perusahaan cerutu legendaris yang memiliki sejarah panjang. Perusahaan ini didirikan oleh Bangsa Belanda bernama N. V. Negresco pada 1918. Pada tahun 1942, pemerintah Jepang mengganti nama menjadi Jawa Tobacco Kojo. Sejak awal berdiri, pabrik cerutu ini telah mengalami perpindahan tempat.
Kepala Produksi, Adam Santosa mengatakan saat ini Taru Martani jadi hak milik pemerintah Yogyakarta. Ditetapkan jadi cagar budaya tahun 1997 berdasarkan UU No. 25. Nama Taru Martani diberikan oleh Sri Sultan Hamengku Buwono IX pada 1949.
"Taru itu artinya daun, Martani artinya kehidupan. Jadi maksud filosofi Taru Martani adalah daun yang bisa memberikan kehidupan pada para karyawan dan masyarakat sekitar di Taru Martani" jelas Adam Santosa.
Memiliki 270 pekerja, Taru Martani mampu memproduksi 40.000 batang cerutu setiap hari. Dalam satu kali produksi dibutuhkan sekitar satu setengah bulan. Berdiri selama satu abad, perusahaan ini telah mengekspor cerutu ke berbagai negara, seperti Amerika, Swiss, Jepang, Georgia dan beberapa negara lain.
Taru martani hanya memanfaatkan tembakau lokal, yaitu dari Jawa Timur dan Jawa Tengah. Menyesuaikan formula cerutu dengan cita rasa dari negara yang diekspor. Taru Martani mematok harga ekspor mulai dari Rp 20.000 hingga Rp 50.000 per batang.
"Kalau yang digemari oleh masyarakat Eropa, mereka itu lebih suka yang rasanya sangat tajam, tapi kalau Amerika itu mereka lebih suka yang berat" tutup Adam.